Langsung ke konten utama

Analisis Pembelajaran Berdiferensiasi dalam Lingkup Merdeka Belajar

Ahmad Na’im

ahmadnaim811@gmail.com

Pendidikan Profesi Guru, Sekolah Pasca Sarjana, Universitas Negeri Malang

 

Abstrak: Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis hasil penerapan pembelajaran berdiferensiasi dalam konsep merdeka belajar. Metode penulisan yang dipakai adalah metode kajian pustaka. Adapun sumber pustaka yang dikaji berasal dari buku, jurnal ilmiah dan prosiding yang membahas perihal pendidikan, pembelajar, kurikulum merdeka, dan pembelajaran berdiferensiasi. Hasil analisis menunjukkan bahwa pembelajaran berdiferensiasi bermanfaat dalam pembelajaran, siswa menjadi aktif, hasil belajar siswa meningkat, dan siswa dapat menampilkan produk sesuai dengan minatnya. Sehingga guru perlu berjuang menjadi fasilitator andal di setiap pembelajaran.

 

Kata kunci: pembelajaran, berdiferensiasi, kurikulum merdeka

 

PENDAHULUAN

            Pembelajaran di era abad 21 merupakan pembelajaran yang sudah mulai menunjukkan perubahan yang cukup baik yakni yang awalnya masih melakukan pendekatan pembelajaran yang berfokus pada pendidik yakni guru (teacher center) kini sudah berubah menjadi pembelajaran yang mamakai pendekatan pembelajaran yang fokus pada peserta didik yang aktif dalam belajar secara mandiri maupun secara berkelompok (student center). Hal ini pastinya berdampak pada proses dan hasil dari pembelajaran itu sendiri dan akan membuat perubahan yang signifikan pada pendidikan di Indonesia secara umum.

            Pendidikan di Indonesia sejak awal munculnya pandemi Covid 19, mengalami perubahan yang signifikan. Peserta didik dan guru harus terpisahkan oleh jarak dan waktu karena pandemi. Pada saat itu pemerintah harus membuat peraturan untuk melarang melakukan perkumpulan sehingga kelas yang awalnya dilakukan secara normal dengan tatap muka, harus beralih menjadi pembelajaran yang dilakukan secara daring (online) dengan mengandalkan kecanggihan teknologi.

Perubahan ini menyebabkan ketidak serasian di dalam masyarakat. Keadaan yang terjadi memaksa masyarakat untuk melakukan perubahan yang ada dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini diakibatkan perkembangan virus yang menyebar dengan cepat diseluruh dunia tanpa terkecuali. Virus corona pertama kali menyebar di kota Wuhan, Tiongkok pada Desember 2019 dan menyebar ke negara lain sedangkan Indonesia mengumkan kasus covid-19 pada Maret 2020. Jumlah angka kematian manusia akibat wabah virus corona terus meningkat mengakibatkan Indonesia masuk dalam keadaan darurat nasional. Virus corona mudah tertular oleh orang dengan kekebalan tubuh yang lemah, bayi dan terutama anak-anak. Hal ini menyebabkan munculnya perubahan-perubahan dan pembaharuan kebijakan oleh pemerintah untuk diterapkan (Mar’aha, Rusilowatia, & Woro, 2020)

Setelah kurang lebih 2 tahun pandemi corona mewabah di Indonesia, membuat proses pembelajaran menjadi tidak efektif dan kurang efisien. Bahkan peserta didik cenderung pasif karena pembelajaran terkesan monoton. Peserta didik juga semakin tidak berminat untuk belajar karena hanya disuguhi materi dan berbagai tugas dari guru. Sehingga Kementrian Pendidikan memberikan solusi berupa penerapan kurikulum merdeka sebagai solusi saat learning loss yang terjadi karena dampak pandemi serta memperoleh kesempatan menjadi untuk menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan individual yang diminati. (Oudri & Romanti, 2022)

Kurikulum merdeka juga bertujuan agar pendidikan semakin berkembang dan mampu memaksimalkan pembelajaran sehingga peserta didik dan guru dapat melakukan pembelajaran secara merdeka. Salah satu bentuk merdeka belajar adalah implementasi pembelajaran berdifrensiasi (Purba & dkk, 2021)

Kurikulum merdeka juga mengimplememntasikan pembelajaran berdiferensiasi di masa pasca pandemi corona untuk mengoptimalkan learning loss karena memiliki beragam manfaat yang dapat diambil. Selain itu, proses pembelajaran berdiferensiasi juga dapat memberikan ruang yang sempurna bagi peserta didik untuk mendemostrasikan apa yang telah mereka pelajari sehingga pembelajaran berdiferensiasi secara tidak langsung mendorong kreativitas peserta didik. Selain itu, karena kreativitas akan terus berkembang, maka pembelajaran diferensial termasuk pendekatan yang sangat direkomendasikan untuk diterapkan dalam pembelajaran sehingga mempermudah ketercapaian tujuan pembelajaran (Herwina, 2021)

Tujuan dari tulisan ini adalah untuk mengkaji manfaat dari implementasi pembelajaran berdiferensiasi dan tantangan yang perlu dikuasai pada kurikulum merdeka dalam upaya meningkatkan proses dan hasil belajar peserta didik.

 

METODE PENELITIAN

            Metode penulisan tulisan ini adalah menggunakan metode kajian pustaka dimana tedapat unsur mengkaji berbagai sumber untuk menjadi sebuah tulisan deskriptif mengenai topik bahasan tertentu. Metode kajian pustaka dipakai untuk pengumpulan data sumber untuk dianalisa kesesuaiannya dengan topik yang sedang dibahas. Setiap hasil analisa tulisan dijadikan bahan analisis untuk menjadi sebuah inti bacaan yang dipakai untuk menjawab setiap tujuan dari tulisan iniAdapun topik utama dalam tulisan ini adalah mengenai pembelajaran berdiferensiasi dalam kurikulum merdeka. Adapun sumber bacaan yang dikaji adalah sumber bacaan yang membahas tentang pembelajaran, pembelajaran berdiferensiasi, kurikulum merdea, dan potensi peserta didik yang temuat dalam buku, jurnal, serta sumber yang berasal dari media online tepercaya..

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

            Pembelajaran adalah proses yang dilakukan pendidik untuk membelajarkan peserta didik dengan menggunakan sumber belajar yang sesuai agar peserta didik dapat memahami apa yang sedang dipelajari. Di dalam pembelajaran terdapat sebuah proses belajar. Belajar itu sendiri adalah suatu proses atau upaya yang dilakukan setiap individu untuk mendapatkan perubahan tingkah laku, baik dalam bentuk pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai positif sebagai suatu pengalaman dari berbagai materi yang telah dipelajari. Belajar juga dapat dimaknai sebagai proses perubahan perilaku sebagai hasil interaksi individu dengan lingkungannya (Pane, 2017).

Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik kepada peserta didik agar peserta didik mendapatkan ilmu dan pengetahuan, penguasaan keterampilan, serta  pembentukan sikap dan kepercayaan. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik. Dalam praktik pembelajaran, pendidik berperan sebagai menejer sekaligus fasilitator dalam proses pembelajaran itu sendiri  (Djamaluddin & Wardana, 2019)

            Pembelajaran  merupakan unsur fundamental dalam terlaksananya pendidikan. Pembelajaran memuat tujuan pendidikan yang harus dicapai. Capaian pendidikan itu sendiri dijelaskan di dalam taksonomi Bloom. Taksonomi ini diciptakan oleh Benjamin S. Bloom pada tahun 1956. Tujuan pendidikan dibagi menjadi beberapa domain (ranah, kawasan) dan setiap domain tersebut dibagi kembali ke dalam pembagian yang lebih rinci berdasarkan hierarkinya. Tujuan pendidikan dalam taksonomi Bloom dibagi kedalam tiga ranah atau domain, yaitu: ranah pengetahuan atau kognitif, ranah sikap atau afektif, dan ranah keterampilan atau psikomotorik. (Magdalena & Islami, 2020)

Dalam proses pembelajaran dalam kurikulum merdeka ada hal penting untuk ditinjau, yakni ranah atau domain dalam peserta didik itu saat belajar. Peserta didik memiliki tiga aspek ranah yaitu pengetahuan, sikap dan psikomotor. Dalam proses pembelajaran di abad 21 ini, peserta didik tidak hanya dibekali untuk mengasah kemampuan pengetahuan semata, melainkan mengasah aspek sikap dan keterampilan secara komprehensif. Adapun bentuk keseluruhan dari pengoptimalan ketiga aspek tersebut oleh pemerintah dikemas dala bentuk kurikulum merdeka yang kini mulai diterapkan dalam pendidikan di Indonesia.

            Berbicara mengenai pendidikan dan konsep pembelajaran, ada salah satu tokoh atau lebih tepatnya disebut pahlawan pendidikan nasional yang menjadi sosok yang sangat disegani, beliau adalah Ki Hadjar Dewantara.  Menurut pandangannya, belajar hendaklah menjadi sebuah hal yang dapat memerdakaan si pembelajar atau peserta didik. Istilah ini kini dikenal dengan sebutan merdeka belajar. Merdeka belajar merupakan visi yang dibangun berdasarkan pemikiran Bapak Pendidikan Indonesia, Ki Hadjar Dewantara, yang menyatakan bahwa kemerdekaan adalah tujuan pendidikan sekaligus paradigma pendidikan yang perlu dipahami oleh seluruh pemangku kepentingan, khususnya guru sebagai pendidik. Ki Hadjar Dewantara menuliskan bahwa kemerdekaan memiliki makna yang lebih daripada kebebasan hidup, melainkan juga bebas dalam mengeskpresikan potensi dan kemampuan yang dimiliki seeorang atau peserta didik (Sugiarta, Wardana, Adiarta, & Artanayasa, 20019)

Menurut Ki Hadjar Dewantara, peserta didik tidak perlu diseragamkan pada hal-hal yang memang tidak perlu atau tidak bisa diseragamkan (Sugiarta, Wardana, Adiarta, & Artanayasa, 20019).. Perbedaan bakat dan keadaan hidup anak dan masyarakat yang satu dengan yang lain harus menjadi perhatian dan diakomodasi. Hal ini menjadi sebuah pemikiran mendasar bahwasannya peserta didik adalah manusia yang memiliki keunikan atau karakteristik yang memang tidak ada yang sama antara satu dengan peserta didik yang lainnya sehingga mereka disebut sebagai makhluk yang unik. Teori Humanistik menjelaskan bahwa pendidikan haruslah mejadikan peserta didik menjadi manusia secara utuh dan menyeluruh (Utami, 2020). Di dalam pendidikan perlu ditanamkan sejak dini bahwa keberadaan seorang pribadi, jauh lebih penting dan tentu tidak persis sama dengan apa yang menjadi miliknya dan apa yang telah dilakukannya. Sebab manusia tidak sekedar pemilik kekayaan dan juga menjalankan suatu fungsi tertentu. Pendidikan yang humanis menekankan pentingnya pelestarian eksistensi manusia, dalam arti membantu manusia lebih manusiawi, lebih berbudaya, sebagai manusia yang utuh berkembang.

Ki Hajar Dewantara senantiasa melihat manusia lebih pada sisi kehidupan psikologisnya, karena manusia memiliki daya jiwa yaitu cipta, karsa dan karya. Pengembangan manusia seutuhnya menuntut pengembangan semua daya secara seimbang. Pengembangan yang terlalu menitikberatkan pada satu daya saja akan menghasilkan ketidakutuhan perkembangan sebagai manusia. Beliau mengatakan bahwa pendidikan yang menekankan pada aspek intelektual belaka hanya akan menjauhkan peserta didik dari masyarakatnya. Dan ternyata pendidikan sampai sekarang ini hanya menekankan pada pengembangan daya cipta, dan kurang memperhatikan pengembangan olah rasa dan karsa. Jika berlanjut terus akan menjadikan manusia kurang humanis atau manusiawi. Oleh karena itu dalam penerapan kurikulum merdeka diharapkan peserta didik dapat belajar secara aktif dengan segala potensi yang mereka miliki dan menjadi manusia yang luhur dengan memiliki karakter profil pelajar pancasila dengan bantuan bimbingan dari pendidik atau guru. (Sugiarta, Wardana, Adiarta, & Artanayasa, 20019)

Pembelajaran dengan strategi diferensiasi dapat menjadi alat untuk melaksankaan kurikulum pendidikan yang sudah diterapkan. Pembeljaaran berdiferensiasi memiliki kesesuaian dengan kurikulum yang diartkan sebagai proses pengembangan yang mampu mengidentifikasi suatu filosofi, menilai kemampuan siswa, mempertimbangkan kemungkinan metode pengajaran, alat strategi, memilih perangkat penilaian, dan terus disesuaikan dengan kebutuhan dan perkembangan zaman (Ornstein & Hunkin, 2018).

            Berdasarkan urutan sejarah, konsep pembelajaran berdiferensiasi sebenarnya sudah muncul lebih awal di Indonesia yakni muncul pada abad ke 19 sebelum Negara Kesatuan Indonesia ini merdeka. Hal ini ditandai dengan kemunculan konsep tidak membedakan bakat dan keadaan hidup anak dan masyarakat yang satu dengan yang lain yang di kemukankan oleh Ki Hajdjar Dewantara, namun dalam konteks yang sederhana dan tebatas (Puspitasari, Rufi’i, & Walujo, 2020).

Namun, seiring dengan perkembangan zaman, barulah konsep berdiferensiasi dalam pembelajaran banyak dikenal oleh banyak orang melalui tulisan dari Tomlinson dalam bukunya yang berjudul How to differentiate instruction in mixed-ability classrooms pada konsep pembelajaran berdifrensiasi yang dikemukakan oleh para ahli pendidikan barat (Tomlinson, 2001). Pembelajaran berdiferensiasi adalah sebuah strtegi dalam pembelajaran yang mana startegi tersebut mampu memfasilitasi setiap kebutuhan peserta didik saat mengikuti proses pembelajaran (Tomlinson, 2001). Dalam penerapan pembelajaran berdifrensiasi, guru perlu memahami dasar teori dari pembelajaran berdifrensiasi, agar pembelajaran berdifrensiasi yag diterapkan tidak keluar dari koridor yang sudah ditetapkan. Berikut adalah karakteristik pembelajaran berdifrensiasi yang dikemukakan oleh Tomlinson (2001).

1.    Perencanaan yang efektif

Peserta didik adalah individu yang mengikuti dan akitf dalam pembelajaran. Peserta didik dengan usia yang sama tidak mungkin memiliki kesamaan dalam hal belajar. Peserta didik memiliki  ukuran, hobi, kepribadian, hal yang disukai dan dan hal yang tidak suk juga tidak ada yang sama.  Anak-anak memang memiliki banyak kesamaan karena mereka adalah manusia dan karena mereka semua anak-anak, tetapi mereka juga memiliki perbedaan penting yang perlu diperhatikan oleh guru. Namun dibalik perbedaan itu, guru juga tidak boleh lupa akan kesamaan yang dimiliki oleh peserta didik. Sedangkan perbedaannya adalah bahwa peserta didik adalah invidu yang unik. Maka seharusnya perbedaan itu membuat anak diakui sebagai individu.  Oleh karena itu, guru hendaknya secara proaktif membuat berbagai perencanaan untuk memahami  dan melaksanakan pembelajaran agar tetap maksimal. Guru perlu menyesuaikan dan selalu menyempurnakan perencanaan pembelajaran bagi individu  atau peserta didik. Mengingat peserta didik itu tidak ada yang sama, maka pembelajaran yang diterapkan guru disesuaikan dengan pilihan pembelajaran yang tersedia berdasarkan pengetahuannya tentang beragam kebutuhan peserta didik.

Dengan beragamnya desain pembelajaran yang telah dibuat oleh guru, maka peluang pengalaman belajar bagi peserta didik akan semakin besar. Sehingga siswa dengan keragaman kemampuannya akan terakomodir secara keseluruhan. Diferensiasi yang efektif biasanya direncanakan secara aktif oleh guru agar mampu mengatasi berbagai kebutuhan pembelajar. Hal ini berkaitan dengan masalah lama,bahwa satu model pembelajaran mungkin sesuai dengan sebagian besar peserta didik dikelas, namun tidak cocok untuk diterapkan pada sebagian peserta didik lainnya.

2.    Memiliki empat aspek penting

            Pembelajaran berdiferensiasi memiliki karakteristik yakni memiliki empat elemen atau aspek penting, yaitu antara lain:

a.    Berdiferensiasi konten

         Aspek konten adalah penyesuain bentuk  materi bahan ajar yang diberikan kepada peserta didik yang disesuai dengan minat, kesiapan belajar dan gaya belajar siswa. Dalam hal ini konten bahan ajar harus beragam disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik

b.    Berdiferensiasi proses

         Aspek proses adalah aspek proses pembelajaran mulai dari awal hingga akhir. Guru dapat memakai beragam model pembelajaran yang mana harus disesuai dengan minat, kesiapan belajar dan gaya belajar siswa.disesuaikan dengan. Sehingga guru perlu memahami kebutuhan peserta didiknya.

c.    Berdiferensiasi produk

         Aspek produk adalah hasil dari apa yang dipelajari oelh pesetra didik. Dala pembelajaran berdifrensiasi, aspek produk juga menjadi elemen penting. Peserta didik dibebaskan dala menapilakan hasil karyanya sesuai dnegan minatnya dan disesuai dengan materi yang sedang dipelajari. Misalnya, dala pembelajaran bahasa Indonesia sub bab membuat puisi, pesetra didik dapat membuat produk berupa puisi, nmuan untuk menampilakn puisi tersbut, siswa boleh memakai berbagai cara, yang terpenting adalah puisi tersebut dapat didengarkan atau dilihat oleh peserta didik atau orang lain. Misalkan, puisi tersebut dibacakan lalu direka audionya, atau direka dala bentuk video, atau puisi tersebut juga boleh dibacakan langsung didepan kelas, atau didepan kedua orang tuanya.Sehingga dapat disimpulkan bahwa aspek produk mengarah kepada bagaimana siswa mendemonstrasikan apa yang telah mereka pelajari.

d.    Diferensiasi lingkungan belajar

         Lingkungan belajar meliputi susunan kelas secara personal, sosial, dan fisik. Lingkungan belajar juga harus disesuaikan dengan kesiapan peserta didik dalam belajar, minat mereka, dan profil belajar mereka agar mereka memiliki motivasi yang tinggi dalam belajar.

 

3.    Berpusat pada peserta didik

               Pengetahuan yang memadai memang perlu untuk dimiliki guru, namun dalam pembelajaran berdiferensiasi hal tersebut tidak cukup untuk proses pembelajar yang efektif, karena pengetahuan akan lebih bermakna apabila diperoleh melalui pengalaman konstruksi oleh peserta didik itu sendiri baik pengalaman secara individu maupun pengalaman belajar melalui kerja kelompok. Guru berperan memfasilitasi dengan merancang strategi pembelajaran yang berpusat pada siswa (Prasetya, 2014). Siswa belajar menganalisis dan mengevaluasi proses pembelajaran mereka sendiri dengan dukungan guru, daripada menunggu guru memberi tahu mereka kekurangan pembelajaran mereka (Jacobs, 2013)

               Dalam pembelajaran beriderensiasi, guru tidak boleh secara langsung memberikan instruksi langsung menuju tujuan atau hasil belajar atau memberi tahu secara langsung kepada peserta didik, namun guru harus menuntun dan membimbing secara mandiri maupun dengan kelompok pesetra didik  di kelas untuk menemukan konsep apa yang sedang mereka pelajari, sehingga pembelajaran itu sendiri lebih bermakna bai pesetra didik. Bukan guru yang aktif, namun peserta didik yang aktif mencari pengetahuan dan menemukan pengetahuan dengan bantuan dari guru.

 

4.    Memadukan seluruh kelas, kelompok, dan individu

              

 Menjemen kelas menjadi hal penting dalam pembelajaran di kelas. Ada saat-saat di dalam ruang kelas saat itu lebih efektif dan efisien untuk berbagi informasi atau gunakan aktivitas yang sama dengan seluruh kelas. Strategi pembelajaran seperti itu membangun pemahaman bersama dan rasa kebersamaan. Adakalanya, di dalam kelas memakai strategi pembelajaran yang mana pengajaran bersifat evolusioner. Murid dan guru adalah pembelajar bersama. Guru adalah individu yang lebih paham tentang materi pelajaran, namun guru juga perlu untuk terus belajar tentang bagaimana siswa mereka belajar. Dalam hal ini guru tidak mengajarkan secara langsung ke poin pentingnya, namun memfasilitasi dan membimbing peserta didik dalam proses pembelajaran. Kolaborasi berkelanjutan dengan siswa diperlukan untuk menyempurnakan kesempatan belajar mereka efektif untuk setiap siswa. Di waktu tertentu, guru juga perlu menyadari bahwa kadang-kadang peserta dengan pembelajaran kurang idel, sehingga guru juga harus membuat penyesuaian. Pembelajaran berdifrensiasi lebih efektif daripada cara mengajar yang menekankan bahwa satu tugas atau metode yang melayani semua peserta didik. pembelajaran berdiferensiasi bisa membelajarkan siswa secara keseluruhan, secara bersamaan, dan sesuai dengan profil belajarnya masing-masing. Melalui penerapan PBL dan PjBL dalam pembelajaran berdiferensiasi, keragaman gaya belajar siswa ter-cover melalui diferensiasi konten, diferensiasi proses, dan diferensiasi produk (Miftakhuddin, Kamila, & Hardiansyah, 2022)

 

            Pengembangan kurikulum penting untuk dilakukan dengan dasar peningkatan kualitas pendidikan. Begitu pula dengan kurikulum merdeka belajar. Kurikulum merdeka lahir dikarenakan memudarnya orientasi dari pendidikan itu sendiri. Sehingga perlu untuk mengimplementasikan kurikulum merdeka dengan harapan berkembangnya keberanian dan kemandirian berpikir secara mandiri, semangat belajar (berkorelasi dengan sikap yang menunjukkan keingintahuan yang tinggi), percaya diri dan optimis, menumbuhkan kebebasan berpikir serta mampu dan menerima keberhasilan maupun kesalahan (Priyatma, 2020); (Daga, 2020)

Mengutip dari lamannya kemendikbud, (Kemendikbud, 2021) urgensi dari lahirnya kurikulum merdeka adalah sebagai pemulihan pembelajaran pada tahun 2022 hingga 2024. Pemulihan yang dimaksud yakni dampak dari adanya pandemic covid-19 yang mewabah di Indonesia hingga berdampak pada semua lembaga beserta proses dilaksanakannya kegiatan pendidikan. Sehingga kemendikbudristek memberikan opsi kurikulum merdeka diantara dua kurikulum yang lain, yakni kurikulum darurat dan kurikulum 2013. Melalui buku saku kurikulum merdeka, kemendikbudristek menjelaskan bahwa salah satu kontribusi pentingnya kurikulum merdeka adalah pada pembelajaran inklusinya. Inkulusi yang dimaksud bukan sekedar untuk siswa yang berkebutuhan khusus namun lebih dari itu. Inklusi memandang bahwa dalam pembelajaran perlu dikenalkan adanya perbedaan. Perbedaan dalam hal ras, fisik, budaya, agama, dan lainnya. Sehingga siswa mampu memahami dan menerima berbagai jenis perbedaan di lingkungannya. Di sekolah dasar, guru dapat mengimplementasikan pendidikan inklusi ini melalui pembelajarannya dengan menunjukkan manfaat dari sebuah keberagaman. Sehingga siswa mengetahui dan memahami adanya keuntungan dari keberagaman itu sendiri. Hal yang menarik dari kurikulum merdeka adalah kegiatan pembelajaran dilakukan sesuai dengan capaian peserta didik. Kegiatan pembelajaran tidak disamaratakan, namun perlu adanya penyesuaian dengan tingkatan peserta didik. Sehingga pembelajaran dilakukan lebih fleksibel sesuai kemampuan peserta didik (Marlina, 2022). Kurikulum yang selama ini menjadi acuan dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran diterapkan dengan cara disederhanakan. Penyederhanaan kurikulum ini bertujuan agar kurikulum lebih relevan, sehingga kompetensi yang dimiliki oleh peserta didik sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan zaman (Suyanto, 2019).

                     Peserta didik merupakan individu yang sedang berkembang kearah kematangan, baik perkembangan secara jasmaniah maupun perkembangan secara mental. Sebagai individu yang berkembang, maka proses pemberian bantuan, bimbingan, dan pemenuhan kebutuhan perlu mendapatkan perhatian yang khusus dari guru guna memberikan motivasi untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya seoptimal mungkin. Pemenuhan kebutuhan yang tepat, akan membantu peserta didik dalam melakukan berbagai aktivitas-aktivitas pendidikan. Kebutuhan-kebutuhan yang dipahami baik berupa kebutuhan secara fisiologis, rasa aman, kasih sayang, harga diri, dan aktualisasi diri atau kebutuhan akan kesuksesan. Apabila kebutuhan-kebutuhan tersebut terpenuhi dengan baik maka guru dapat memberikan pelajaran setepat mungkin dan dapat mewujudkan pembelajaran yang efektif dan efisien guna tercapainya tujuan pendidikan (Devianti & Sari, 2020)

Setiap peserta didik memiliki eksistensi atau kehadiran dalam sebuah lingkungan, seperti halnya sekolah, keluarga, bahkan dalam lingkungan masyarakat. Dapat disimpulkan bahwa esensi peserta didik tidak akan bisa untuk diketahui jika mereka tidak mengetahui hakikat atau esensi dari manusia itu sendiri. Kemampuan untuk itu tentu tidak hanya bisa berdiri sendiri tapi haruslah ada bantuan dari orang dewasa, atau bahasa yang lebih teknis pendidikan. Dengan pendidikan inilah peserta didik ditempa, baik terhadap jasmani mapun rohaninya agar semuanya bisa aktif (Harahap, 2016)

Jika ditinjau dari eksistensi peserta didik dalam prose pembelajaran, maka guru harus mampu memanusiakan peserta didik dengan cara, memahami kehadirasn siswa dengan segala kebutuhan belajarnya. Selain itu guru harus bisa menerima peserta didik bahwa esensi peserta didik adalah manusia yang masih membutuhkan bimbingan dan mereka berharap minat, kesiapan belajar, dan profil belajar mereka dapat diakomodir atau difasilitasi dengan baik oleh gurunya. Sehingga pendidik harus memahami betul makna pembelajaran berdiferensiasi di era pasca pandemi dengan penerapan kurikulum merdeka belajar yang menjadi kurikulum tebaru.

Dalam penerapannya, pembelajaran berdiferensiasi berdampak baik pada proses dan hasil belajar siswa. Hal ini dibuktikan dengan hasil penelitian Pane (2022), bahwa pembelajaran berdiferensiasi memiliki pengaruh terhadap kemampuan berpikir kreatif, pengaruhnya adalah model pembelajaran langsung dapat diterapkan oleh si pengajar kepada peserta didik sehingga proses pembelajaran dapat berjalan dengan baik (Pane & dkk, 2022), selain itu pembelajaran berdiferensiasi juga memberikan ruang pada peserta didik untuk menunjukkan hasil kerja dari apa yang telah dipelajari yang secara tidak langsung meningkatkan kreativitas peserta didik (Herwina, 2021). Selain memberikan ruang untuk berekspresi, pembelajar berdiferensiasi juga berpengaruh tehadap hasil belajar siswa SMA Lahusa pada tahun ajaran 2021/2022 (Laia, Sitorus, & dkk, 2022). Hasil penelitian lain menunjukkan Penerapan pembelajaran berdiferensiasi pada mata pelajaran matematika SD dinilai sangat efektif, hal ini ditunjukkan pada peningkatan pemahaman pada setiap indikator yang telah diujikan, pembelajaran berdiferensiasi juga dinilai lebih menarik dibandingkan dengan pembelajaran yang lain karena dalam proses pembelajaran berdiferensiasi proses disajikan banyak media pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan gaya belajar setiap siswa, sehingga siswa lebih tertarik untuk mengikuti proses pembelajaran (Aprima & Sari, 2022)

Dengan pembelajaran berdiferensiasi tersebut, potensi peserta didik dikembangkan sesuai dengan kebutuhan, karakteristik, dan tingkat pencapaiannya. Namun untuk mencapai pembelajaran yang sesuai dengan konsep itu, Menurut Sufanti (2022) guru harus berjuang menjadi fasilitator andal. Pertama, guru harus mengetahui berbagai karakteristik peserta didik. Pengetahuan guru tentang kondisi keberagaman siswa menjadi dasar untuk merancang pembelajaran, sehingga sesuai dengan keadaan keberagaman peserta didik tersebut. Guru perlu meluangkan waktu yang cukup dalam menyusun rancangan pembelajaran. Kedua, guru perlu menyusun asesmen diagnostik dan formatif pada awal pembelajaran. Asesmen diagnostik dilaksanakan untuk mengetahui keberagaman peserta didik. Adapun asesmen formatif pada awal pembelajaran untuk mengetahui tingkat pencapaian peserta didik. Dengan demikian, guru dapat merancang pembela kompetensi tiap peserta didik. Ketiga, guru perlu menggunakan multimetode, multimedia, dan multisumber. Panerapan metode, media dan sumber belajar yang bervariasi dapat mangakomodasi berbagai tipe belajar poserta didik baik tipe visual, audio, maupun kinestetik. Penerapan pembelajaran berdiferensiasi menjadi harapan perbaikan pembelajaran agar setiap peserta didik dapat tumbuh dan kembang secara optimal. Namun untuk mewujudkannya perlu perjuangan dan kerja keras guru.

 

KESIMPULAN

            Kurikulum merdeka memberikan peluang baik bagi guru untuk memberikan ruang bagi peserta didik untuk aktif dalam pembelajaran. Dalam pembelajaran berdiferensiasi, guru perlu memahami karakter peserta didik yang meliputi gaya belajar, minat, dan profil belajar. Sesuai dengan pemikiran filsafat Ki Hadjar Dewantara, guru tidak perlu membedakan kemampuan antar peserta didik, karena peserta didik adalah individu yang unik. Melihat kondisi demikian maka diperlukan model pembelajaran pembelajaran berdifrensiasi. Pembelajaran berdifrensiasi adalah pembelajaran yang dapat mengakomodir kebutuhan siswa sehingga proses dan hasil belajar dapat menjadi lebih maksimal dan peserta didik menjadi aktif untuk belajar. Untuk menerapkan berdiferensiasi, maka perlu meninjau empat aspek penting yaitu, aspek konten, proses, produk, dan lingkungan belajar. Sebelum melaksanakan pembelajaran berdiferensias, guru perlu memetakan kebutuhan peserta didik agar perencanaan dan proses pembelajaran memiliki kesinkronan sehingga apa yang direncanakan akan tercapai dengan maksimal.

 

DAFTAR PUSTAKA

Aprima, D., & Sari, S. (2022). Analisis Penerapan Pembelajaran Berdiferensiasi dalam Implementasi Kurikulum Merdeka pada Mata Pelajaran Matematika SD. Cendikia : Media Jurnal Ilmiah Pendidikan, 13(1), 95-101.

Daga, A. T. (2020). Kebijakan Pengembangan Kurikulum di Sekolah Dasar (Sebuah Tinjauan Kurikulum 2006 hingga kebijakan Merdeka Belajar. Jurnal Edukasi Sumba (JES), 4(2), 103-110.

Devianti, R., & Sari, S. L. (2020). Urgensi Analisis Kebutuhan Peserta Didik tehadap Proses Pembelajaran. Jurnal Al-Aulia, Volume 06(No 01 ), 21-36.

Djamaluddin, A., & Wardana. (2019). Belajar dan Pembelajaran: 4 Pilar Peningkatan Kompetensi Pedagogis. Sulawesi Selatan: CV. KAAFFAH LEARNING CENTER.

Harahap, M. (2016). Esensi Peserta Didik dalam Perspektif dalam Pendidikan Islam. Jurnal Al-Thariqah, 1(2), 140-155.

Herwina, W. (2021, 10). Optimalisasi Kebutuhan Siswa dan Hasil Belajar dengna Pembelajaran Berdieferensiasi. Perspektif Ilmu Pendidikan, 35(2), 175-182.

Herwina, W. (2021). Optimalisasi Kebuutuhan Siswa dan HAsil Belajar dengan pembelajaran Berdiferensiasi. PERSPEKTIF Ilmu Pendidikan, 35(2), 175-182.

Jacobs, G. M. (2013). Small Steps Towards Student-centred Learning. Proceedings of the International Conference on Managing the Asian Century (pp. 55-64). Singapore: Springer.

Kemendikbud. (2021, 12 21). Dorong Pemulihan Pembelajaran di Masa Pandemi, Kurikulum Nasional Siapkan Tiga Opsi . Retrieved 1 30, 2023, from Kemendikbud: https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2021/12/dorong-pemulihan-pembelajaran-di-masa-pandemi-kurikulum-nasional-siapkan-tiga-opsi

Laia, I. S., Sitorus, P., & dkk. (2022). Pengaruh Pembelajaran Berdiferensiasi tehadap Hasil Belajar Peserta Didik SMA Neeri 1 Lahusa. Jurnal Ilmiah Wahana Pendidikan, 8(20), 314-321.

Magdalena, I., & Islami, N. F. (2020). Tiga Ranah Taksnonomi Bloom dalam Pendidikan. Jurnal Edukasi dan Sains, 2, 133-139.

Mar’aha, N. K., Rusilowatia, A., & Woro. (2020). Perubahan Proses Pembelajaran Daring Pada Siswa Sekolah Dasar di Tengah Pandemi Covid-19. SEMINAR NASIONAL PASCASARJANA. Semarang: Universitas Negeri Semarang.

Marlina, T. (2022). Urgensi Dan Implikasi Pelaksanaan Kurikulum Merdeka Pada Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah. Prosiding SNPE FKIP Universitas Muhammadiyah Metro. 1, pp. 67-72. Sumba Barat Daya: STKIP Weetebula.

Miftakhuddin, Kamila, N., & Hardiansyah, H. (2022). Implikasi empat modalitas belajar Fleming terhadap penerapan Kurikulum Merdeka di sekolah dasar. SANGKALEMO: THE ELEMENTARY SCHOOL TEACHER EDUCATION JOURNAL, 1(2), 38 – 49.

Ornstein, A. C., & Hunkin, F. P. (2018). Curriculum, Foundations, Principles, and Issues. England: Pearson Education Limited.

Oudri, N., & Romanti. (2022, Februari 13). Krisis Dampak Learning Loss, Kemendikbudristek luncurkan Kurikulum Merdeka dan Platform Merdeka Mengajar. Retrieved 1 25, 2023, from itjenkemendikbud: https://itjen.kemdikbud.go.id/web/krisis-dampak-learning-loss-kemendikbudristek-luncurkan-kurikulum-merdeka-dan-platform-merdeka-mengajar/

Pane, A. (2017). Belajar dan Pembelajaran. FITRAH Jurnal Kajian Ilmu-ilmu Keislaman, 03(2), 333-352.

Pane, R. N., & dkk. (2022). Implementasi Pembelajaran Berdiferensiasi Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Peserta Didik. Jurnal Multidisiplin Ilmu, 1, 173-180.

Prasetya, S. P. (2014). Memfasilitasi pembelajaran Berpusat pada Siswa. Garda Rujukan DIgital, 12(1).

Priyatma, J. E. (2020, 2 6). Kompas. Retrieved 1 30, 2020, from Kompas: http://repository.usd.ac.id/36712/1/5878_Merdeka%2BBelajar%252C%2BKompas%2BKamis%252C6%2BFebruari%2B2020.pdf

Purba, M., & dkk. (2021). Prinsip Pengembangan Pembelajaran Berdiferensiasi pada Kurikulum Fleksibel sebaai Wujud Merdeka Belajar. Jakarta: Pusat Kurikulum dan Pembelajaran RI.

Puspitasari, V., Rufi’i, & Walujo, D. A. (2020). Pengembangan Perangkat Pembelajaran dengan Model Diferensiasi menggunakan Book Creator untuk Pembelajaran BIPA di Kelas yang Memiliki Kemapuan Beragam. Jurnal Education and Development Institut Tapanuli Selatan, 8(4), 310-319.

Sufanti, M. (2022, 11 7). Tantangan Pembelajaran Berdiferensiasi. Retrieved 1 30, 2023, from ums.ac.id: https://fkip.ums.ac.id/2022/11/07/tantangan-pembelajaran-berdiferensiasi-oleh-dr-main-sufanti-m-hum/

Sugiarta, I. M., Wardana, I. B., Adiarta, A., & Artanayasa, I. W. (20019). Filsafat Pendidikan Ki Hadjar Dewantara (Tokoh Timur). Jurnal Filsafat Indonesia, 2(3), 124-136.

Suyanto. (2019). Implikasi Kebijakan Merdeka Belajar. Jakarta: Kompas.

Tomlinson, A. C. (2001). How to differentiate Instruction in Mixed-ability Classrooms. United States: Association for Supervision and Curriculum Development .

Utami, E. N. (2020, 10 4). Teori Belajar Humanistik dan Implementasinya dalam Pelajaran Agama Islam. Jurnal Mudarrisuna, 10(4), 571-584.

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pembelajaran Problem Based Learning And Project-Based Learning Sebagai Ujung Tombak Kurikulum 2013

Sumber: meteoreducation.com      Pendidikan merupakan sebuah hal yang sangat fundamental. Mengingat pendidikan menjadi ujung tombak maju tidaknya sebuah peradaban, maka suatu bangsa atau negara akan mengusahakan hal yang terbaik bagi warga negaranya agar mendapatkan pendidikan yang layak dan memiliki standar yang tinggi. Peradaban sekarang kini juga semakin maju. Anak didik tidak hanya butuh pengetahuan teoritis seperti menulis, menghafal, dan berhitung. Namun kini peserta didik membutuhkan ilmu dalam bersikap dan ilmu dalam mempraktikkan segala teori yang telah ia pelajari di sekolah.       Pendidikan memang harus disusun sedemikian rupa sehingga mampu memback-up dari akar hingga ujungnya, yakni mulai dari pendidikan dasar sampai perguruan tinggi. Tatanan pendidikan tersebut harus memiliki kaidah yang sesuai dengan perkembangan zaman. Hal ini penting karena setiap zaman ada penghuninya yang tidak sama. Setiap zaman ke zaman pasti ada kebuthan khusus yang harus dipenuhi masyarakat agar

PRINSIP-PRINSIP PENILAIAN DAN ACUAN PENILAIAN

    PRINSIP-PRINSIP PENILAIAN DAN ACUAN PENILAIAN MAKALAH Untuk memenuhi tugas mata kuliah Evaluasi Pembelajaran Yang dibimbing oleh Ifa Nurhayati, M.Pd Oleh: 1.       Ahmad Na’im            ( 1586206004 ) 2.       Siska Dwi Puspitasari (1586206063)                                            PROGRAM STUDI SI PGSD      FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU PENDIDIKAN      UNIVERSITAS ISLAM RADEN RAHMAT MALANG OKTOBER 2016   Kata Pengantar Puji syukur kami haturkan kehadirat Allah SWT yang telah  memberikan  rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini yang Alhamdulillah bisa diselesaikan dengan tepat pada waktunya, makalah ini berjudul “Prinsip-Prinsip Penilaian dan Acauan Penilaian”             Makalah ini berisikan tentang prinsip-prinsip penilaian dan acuan penilaian yang ada didalam materi evaluasi pembelajaran di SD. Diharapkan makalah ini dapat memberikan informas

PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK FAKTOR NATURE DAN NURTURE

  PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK FAKTOR NATURE DAN NURTURE BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Dewasa ini banyak para pendidik yang kurang perhatian dalam mempelajari pola pertumbuhan maupun perkembangan peserta didik yang sebenarnya sangat berguna demi kelancaran proses pembelajaran. Dengan kurang fahamnya pendidik dengan pola pertumbuhan maupun perkembangan peserta didiknya   maka akan terjadi beberapa hambatan dalam proses pembelajaran seperti : kurang difahaminya materi yang disampaikan pendidik. Disamping itu, kami membuat makalah ini dengan harapan agar penulis dapat lebih mendalam lagi dalam mempelajari perkembangan peserta didik guna mendukung metode pembelajaran kelak. B.      Rumusan Masalah Penulis telah menyusun beberapa masalah yang akan dibahas dalam makalah ini sebagai batasan dalam pembahasan bab isi. Beberapa masalah tersebut antaralain : a.        Factor – factor apa saja yang mempengaruhi perkembangan b.       Apa pengaruh f