Hai, saya adalah seorang pendidik yang berkecimpung dalam dunia pendidikan tentunya. Menjadi seorang guru merupakan hal yang sangat menyenangkan bagi saya. Dengan menjadi orang yang berkesempatan unutuk menjadi orang yang mampu memberikan ilmu bagi anak bangsa, bahkan menjadi hal yang sangat mulia sekali menurutku. Dengan mengajar saya bisa menyalurkan ilmu yang selama ini saya dapatkan selama di bangku sekolah dan bangku kuliah. Sekolah kini menjadi sebuah kebutuhan yang mutlak sekali bagi anak Indonesia. Iya, ini adalah salah satu bentuk kegiatan saya dalam memberikan hak anak-anak Indonesia agar bisa mendapatkan pendidikan yang baik dan menyenangkan tentunya.
Beberapa hal yang saya anggap menyenangkan adalah ketika saya bisa menjelaskan setiap materi dengan lancar tanpa ada kendala baik itu kendala dari diri saya sendiri maupun dari siswa saya. Menurut saya guru tidak hanya harus mengajar tapi juga harus belajar juga. Bahkan guru jangan sampai monoton mempelajarai hal-hal mengenai pelajaran atau hanya bekecimpung dalam hal pendidikan saja, guru harus berusaha lebih untuk mendalami pekembangan zaman seperrti saat ini. Segala hal harus kita pelajari ya. Apa lagi saya atau anda yang beprofesi sebagai guru sangat membutuhkan referensi-referensi yang lebih luas. Sehingga saya ini yang menjadi guru tidak boleh menolak untuk membaca hal-hal diluar dunia pendidikan seperti dunia ekonmi, lingkungan, politik, sosial, hukum dan berbagai bidang lain juga hendaknya kita pelajari. Apa sih maksudnya mempelajari berbagai bidnag tesebt? Tidak lain adalah agar kita tidak kudet alias kurang update dengan pekembangan zaman atau dalam kata lain kita yang menjadi guru ini bisa memberikan wawasan yang lebih luas kepada siswa kita. Dengan guru yang memilki wawasan yang lebih luas dari siswanya, tidak memungkiri nanti anak-anak akan lebih mengunggulkan kita sebagai guru. Ya istilahnya menjadi favoritlah bagi anak didik kita nanti. Biar anak-anak juga temotivasi untuk belajar.
Pengalaman mengajar lainnya adalah ketika kita sudah enak dan nyaman di kelas itu tiba-tiba waka kurikulum dan kepsek memberikan tugas lain yakni pindah kelas. Aduh saya jadi merasa kehilangan kelas yang sebenarnya sudah sangat saya anggap sebagai anak dan keluarga saya sendiri tiba-tiba hilang begitu saja. Oke meskipun saya tidak pindah sekolah alias hanya pindah kelas saja, namun disitulah terlihat sekali kekeluargaan dan rasa sayang yang pernah saya berikan dan begitu juga dengan anak didik saya di kelas tesebut seakan-akan diambil atau dirampas begitu saja. Kenapa saya menyebutnya dirampas? Soalnya saya sejak awal masuk kelas tesebut saya selalu berupaya menenangkan kelas, mengakurkan kelas, menata kelas, dan sebagainya. Bahkan itu adalah kelas petama saya yang menjadi tugas saya saat itu. Tiba-tiba diakhir semester ganjil saya dipindah ke kelas lain. Wah sedih sekali.
Oh iya ada pengalaman lain lagi yang menurut saya mengesankan sekali saat itu. Entah saya yang masih belum berkepribadian yang professional atau anak didik saya yang nakal dan bandel. Saat itu adalah ketika saya menjadi wali kelas 5B. anak-anaknya lumayan bisa diatur dan diarahkan. Mereka juga sangat menjunjung nilai kekeluargaan. Namun sepetinya tidak dengan satu siswa saya ini. Dia rumahnya tidak jauh dari sekolahan ini. Setiap hari diantar oleh kakaknya kalau tidak ya sama ayahnya. Orang tuanya saya amati tidak telalu memberikan pehatian yang lebih untuk si Hakim ini. Setiap minggu pasti ada jadwal bolos. Entah siapa yang membuatkan jadwal bolos tesebut. Pengalaman wali kelas yang dulu memang seperti itu katanya. Hakim sering tidak masuk sekolah dua sampai tiga hari setiap minggu. Menurut wali kelas yang dulu katanya sudah pernah ditilik alias sudah dikunjungi ke rumahnya untuk betemu dengan kedua orang tuanya mengenai pemasalahan ini. Namun hasilnya tidak begitu baik. Orang tua sepertinya kalah dengan keangkuhan hakim. Suatu hari saya memang agak tergesa-gesa masuk untuk mengisi kelas di jam petama. Ketika itu adalah kegiatan classmeeting yang mana kegiatannya adalah memasak cilok, tentunya anda tak asing dengan cilok. Saat itu anak-anak pada antusias untuk melihat adegan saya untuk memberikan contoh langkah-langkah dalam membuat cilok. Tiba-tiba Hakim datang dengan raut wajah marah dan cemberut merengek ingin pulang.
“loh kenapa kok mau pulang” tanya saya.
“pokoknya saya mau pulang”
“ya kamu harus ikut masak sama temen-temen disini nak, kan asik. Apalagi ini adalah minggu-minggu kita teakhir kita masuk sekolah nak”
Namun berbagai nasihat dan ajakan saya kurang digubris oleh si anak didik saya ini, bahka temannya yang biasa begaul dengannya ketika mengajak untuk tetap di kelas, Hakim menolaknya dengan kasar. Sontak saya dengan keras membentak “sudah hakim, kalau kamu mau pulang, pulang saja”. Memang saat itu pikiran saya menjadi teganggu dan menjadi tidak focus. Saya memang belum bisa mengendalikan emosi dengan baik. Seharusnya ini barusan tida terjadi.
Entah apa yang ada dalam pikiran saya, sampai saya bekata seperti itu. Seharusnya ini menjadi sebuah pelanggaran yang dilakukan oleh seorang guru yang tak lain adalah saya sendiri sebagai guru bagi hakim. Saya adalah wali kelasnya saat itu. Dengan murung dia keluar kelas. Dan saya melanjutkan tugas saya untuk menjelaskan dan mempraktikkan langkah-langkah membuat cilok. Anak-anak dalam kelas sangat antusias melihat adegan saya membuat cilok, kecuali Hakim karena dia sudah keluar dari kelas saya seja tadi. Kurang dari satu jam anak-anak juga ikut praktik membat cilok dna hasilnya sangat enak dan kami sekelas menghabiskannya bahkan ada yang sampai betengkar karena rebutan cilok, tapi kelas masih kondusif. Kelas pun beakhir pada pukul 9 pagi. Anak-anak semuanya pulang. Saya pun kembali ke ruang guru dengan membawa sebungkus kecil cilok untuk dewan guru yang lain disana. Eh ternyata guru yang lain juga mengumpulkan jajanan dan minuman masing-masing, iya agenda hari ini memang cooking class, jadi guru mendampingi anank-anak untuk masak dan hasilya sebagian diberikan kepada bapak ibuguru. Ada yang membuat cilok, minuman, es buah, dan rujak. Wah mantap pokoknya hari itu. Tak lama setelah itu, saya meminta izin ke para dewan guru untuk pulang lebih awal. Lagian tugas hari ini sudah selesai.
Setiba dirumah saya membuka pesan whatsapp dari Hakim.
“Iki aku hakim, lapo koen nyantak aku Cok”
“ini saya Hakim, kenapa kamu membentak aku Cok”
Cok adalah singkatan dari kata kasar janc*k. Orang Indonesia pasti paham dengan kata tersebut.
What is going on? Apa yang telah terjadi? Saya nggak habis pikir anak didik saya seperti ini. Siapa yang ngajari berkata kasar dan tidak sopan seperti itu. Apalagi saya gurunya.
“Oke saya memang salah Hakim, bapak sudah membentak kamu di depan teman-temanmu. Tapi perkataanmu tadi justru menyayat hati saya nak” gumamku.
Tanpa saya pikirkan, saya ambil napas panjang, saya hembuskan, dan tak saya hapus chat itu hingga kini masih ada. Saya jadi ingat pesan guru saya, jika anak didik kita nanti kok tidak sesuai dengan harapan kita dan ketika dinasihati kok masih bandel, maka tugas kita sebenarnya adalah sudah selesai dalam segi mendidik. Tugasmu hanyalah mendoakan anak didikmu kepada Tuhan agar dia ingat akan kesalalahannnya dan berubah menjadi orang baik.
Pengala ini menjadi pengalaman yang tidak akan terpulakan bagi saya. Guru memang harus selalu belajar dan belajar. Belajar untuk menyetok rasa sabar yang lebih dan lebih. Hakim, bapak ketika menulis ini bapak pingin ketawa.
Oke, barusan adalah sedikit cerita sekaligus pengalaman saya, yang sebenarnya asik dan bikin hati saya bikin marah dan bahagia. so, its my story as a teacher. How about your experiences?
Komentar
Posting Komentar