Langsung ke konten utama

Aliran filsafat pendidikan modern

RajaBackLink.com

          Masa filsafat modern diawali dengan munculnya Renaissance sekitar abad 15 dan 16 M, kata “renaissance” berarti kelahiran kembali. Yang dimaksud dengannya adalah usaha untuk menghidupkan kembali kebudayaan klasik (Yunani Romawi). Pokok permasalahan pada masa ini, sebagaimana periode skolastik adalah sintesa agama dan filsafat dengan arah yang berbeda. Era renaissance ditandai dengan tercurahnya perhatian pada berbagai bidang kemanusiaan baik sebagai individu maupun sosial. Filosof pada masa renaissance antara lain Francis Bacon. Dia berpendapat bahwa filsafat harus dipisahkan dari teologi meskipun ia meyakini bahwa penalaran dapat menunjukkan Tuhan. Tetapi ia menganggap bahwa segala sesuatu yang bercirikan lain dalam teologi hanya dapat diketahui dengan wahyu sedangkan wahyu sepenuhnya bergantung pada penalaran. Hal ini menunjukkan bahwa Bacon termasuk orang- orang yang membenarkan konsep ganda, yaitu kebenaran wahyu dan akal. Sejarah filsafat modern lalu bisa dilukiskan sebagai pemberontakan intelektual terus menerus terhadap metafisika tradisional. Karena pemikiran yang berdasarkan pada iman (teologi) lebih dikalahkan oleh pemikiran yang berdasarkan pada akal (rasio). Disisi lain filsafat modern juga menjadi sebuah emansipasi, sebuah kemajuan berfikir yang sebelumnya didominasi oleh pemikiran metafisika tradisional yang didukung oleh kekuasaan gereja. Pada posisi ini mendukung radikalisasi lebih lanjut yaitu pemisahan ilmu pengetahuan dari filsafat. Kalau filsafat tradisional lebih mempermasalahkan kepada hal- hal yang bersifat teosentris yaitu persoalan kenyataan Adi Kodrati, entah yang disebut Allah, ruh dan sebagainya. Filsafat modern lebih mempermasalahkan kepada hal- hal yang bersifat antroposentris yaitu bagaimana menemukan dasar pengetahuan yang shohih tentang semua itu hal ini menjadi sebuah usaha untuk melepaskan diri dari tradisi. Oleh karena itu, diluncurkan tema- tema sebagai refleksi baru seperti: rasio, persepsi, afeksi sehingga pada masa filsafat modern ini pengetahuan baru sudah banyak muncul seperti yang sekarang ini kita kenal dengan “ilmu pengetahuan modern” yakni ilmu-ilmu alam. bahwa manusia bisa mengadakan perubahan - perubahan secara kualitatif.
Pada zaman renaisans ada banyak penemuan di bidang ilmu pengetahuan. Di antara tokoh-tokohnya adalah:
1. Nicolaus Copernicus (1473-1543)
Ia dilahirkan di Torun, Polandia dan belajar di Universitas Cracow. Walaupun ia tidak mengambil studi astronomi, namun ia mempunyai koleksi buku-buku astronomi dan matematika. Ia sering disebut sebagai Founder of  Astronomy. Ia mengembangkan teori bahwa matahari adalah pusat jagad raya dan bumi mempunyai dua macam gerak, yaitu: perputaran sehari-hari pada porosnya dan perputaran tahunan mengitari matahari. Teori itu disebut heliocentric. Ini adalah perkembangan besar, tetapi yang lebih penting adalah metode yang dipakai Copernicus, yaitu metode mencakup penelitian terhadap benda-benda langit dan kalkulasi matematik dari pergerakan benda-benda tersebut.
2. Galileo Galilei (1564-1642)
Galileo Galilei adalah salah seorang penemu terbesar di bidang ilmu pengetahuan. Ia menemukan bahwa sebuah peluru yang ditembakkan membuat suatu gerak parabola, bukan gerak horizontal yang kemudian berubah menjadi gerak vertikal. Ia menerima pandangan bahwa matahari adalah pusat jagad raya. Dengan teleskopnya, ia mengamati jagad raya dan menemukan bahwa bintang Bimasakti terdiri dari bintang-bintang yang banyak sekali jumlahnya dan masing-masing berdiri sendiri. Selain itu, ia juga berhasil mengamati bentuk Venus dan menemukan beberapa satelit Jupiter.
3. Francis Bacon (1561-1626)
          Francis Bacon adalah seorang filosof dan politikus Inggris. Ia belajar di Cambridge University dan kemudian menduduki jabatan penting di pemerintahan serta pernah terpilih menjadi anggota parlemen. Ia adalah pendukung penggunaan scientific methods, ia berpendapat bahwa pengakuan tentang pengetahuan pada zaman dahulu kebanyakan salah, tetapi ia percaya bahwa orang dapat mengungkapkan kebenaran dengan inductive method, tetapi lebih dahulu harus membersihkan fikiran dari prasangka yang ia namakan idols (arca). Bacon telah memberi kita pernyataan yang klasik tentang kesalahan-kesalahan berpikir dalam Idols of the Mind.

B.Pengertian Filsafat Pendidikan Modern

            Filsafat Modern adalah pembagian dalam sejarah Filsafat Barat yang menjadi tanda berakhirnya era skolastisisme. Waktu munculnya filsafat modern adalah abad ke-17 hingga awal abad ke-20 di Eropa Barat dan Amerika Utara. Filsafat Modern ini pun dimulai sejak munculnya rasionalisme lewat pemikiran Descafilrtes, seorang filsuf terkemuka pada zaman Modern.
            Secara ontologi filsafat pendidikan modern berarti ilmu hakikat yang menyelidiki alam nyata dan bagaimana keadaan yang sebenarnya, apakah hakikat dibalik alam nyata ini. Ontologi menyelidiki hakikat dari segala sesuatu dari alam nyata yang sangat terbatas pagi panca indra. Bagaimana realita yan ada ini, apakah materi saja, apakah wujud sesuatu ini bersifat tetap kekal tanpa perubahan, apakah realita itu berbentuk satu unsur (monoisme), dua unsur ( duanisme ) atau terdiri dari unsur yang banyak.
            Secara epistemologi filsafat pendidikan pendidikan modern adalah pengetahuan yang berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti apakah pengetahuan, cara manusia memperoleh dan menangkap pengetahuan dan jenis-jenis pengetahuan. Menurut Epistemologi, setiap pengetahuan mannusia merupakan hasil dari penyelidikan hingga akhirna diketahui manusia. Epistemologi membahas sumber, proses, syarat, batas fasilitas, dan hakikat pengetahuan yang memberikan kepercayaan dan jaminan bagi guru bahwa ia memberikan kebenaran kepada murid-muridnya.
            Sedangkan secara aksiologi merupakan suatu pendidikan yang menguji dan mengintregasikan semua nilai tersebut  dalam kehidupan manusia. Kemudian nilai-nilai tersebut ditanamkan dalam kepribadian anak-anak.



            Dalam perkembangannya,filsafat pendidikan modern mempunyai beberapa aliran-aliran diantaranya adalah aliran perenalisme (berakar pada realisme), esensialisme (berakar pada idealisme dan realisme), progresivisme, rekonstruksionisme, neopragmatisme ,dan eksistensialisme.

Perennialisme diartikan sebagaiabadi dan kekal atau tiada akhir. Dengan demikian Perennilaisme ialah berpegang teguh pada nilai-nilai dan norma-norma yang bersifat abadi. Aliran ini mengambil analogi realita sosial budaya manusia, seperti realita sepohon bunga yang terus-menerus mekar dari musim ke musim,datang dan pergi, berubah warna secara tetap sepanjang masa dengan gejala yang terus ada dan sama. Dalam menghadapi kehidupan zaman yang semakin buruk,Perennialisme  memberikan konsep jalan keluar, yakni kembali kepada kebudayaan yang masih ideal. Setelah perenialisme menjadi terdesak karena perkembangan politik industri yang cukup berat timbulah usaha untuk bangkit kembali, dan perenialisme berharap agar manusia kini dapat memahami ide dan cita filsafatnya yang menganggap filsafat sebagai suatu azas yang komprehensif Perenialisme dalam makna filsafat sebagai satu pandangan hidup yang bcrdasarkan pada sumber kebudayaan dan hasil-hasilnya.
Menurut Aristoteles Filsafat perenialisme terkenal dengan bahasa latinnya Philosophia Perenis. Pendiri utama dari aliran filsafat ini adalah Aristoteles sendiri, kemudian didukung dan dilanjutkan oleh St. Thomas Aquinas sebagai pemburu dan reformer utama dalam abad ke-13. Perenialisme memandang bahwa kepercayaan-kepercayaan aksiomatis zaman kuno dan abad pertengahan perlu dijadikan dasar penyusunan konsep filsafat dan pendidikan zaman sekarang. Sikap ini bukanlah nostalgia (rindu akan hal-hal yang sudah lampau semata-mata) tetapi telah berdasarkan keyakinan bahwa kepercayaan-kepercayaan tersebut berguna bagi abad sekarang. Jadi sikap untuk kembali kemasa Iampau itu merupakan konsep bagi perenialisme di mana pendidikan yang ada sekarang ini perlu kembali kemasa lampau dengan berdasarkan keyakinan bahwa kepercayaan itu berguna bagi abad sekarang ini.
Plato,Asas-asas filsafat perenialisme bersumber pada filsafat, kebudayaan yang mempunyai dua sayap, yaitu perenialisme yang theologis yang ada dalam pengayoman supermasi gereja Katholik, khususnya menurut ajaran dan interpretasi Thomas Aquinas, dan perenialisme sekular yakni yang berpegang kepada ide dan cita filosofis Plato dan Aristoteles. Pendapat di atas sejalan dengan apa yang dikemukakan H.B Hamdani Ali dalam bukunya filsafat pendidikan, bahwa Aristoteles sebagai mengembangkan philosophia perenis, yang sejauh mana seseorang dapat menelusuri jalan pemikiran manusia itu sendiri. ST. Thomas Aquinas telah mengadakan beberapa perubahan sesuai dengan tuntunan agama Kristen tatkala agama itu datang. Kemudian lahir apa yang dikenal dengan nama Neo-Thomisme. Tatkala Neo-Thomisme masih dalam bentuk awam maupun dalam paham gerejawi sampai ke tingkat kebijaksanaan, maka ia terkenal dengan nama perenialisme. Pandangan-pandangan Thomas Aquinas di atas berpengaruh besar dalam lingkungan gereja Katholik. Demikian pula pandangan-pandangan aksiomatis lain seperti yang diutarakan oleh Plato dan Aristoteles. Lain dari itu juga semuanya mendasari konsep filsafat pendidikan perenialisme. Neo-Scholastisisme atau Neo-Thomisme ini berusaha untuk menyesuaikan ajaran-ajaran Thomas Aquinas dengan tuntutan abad ke dua puluh. Misalnya mengenai perkembangan ilmu pengetahuan cukup dimengerti dan disadari adanya. Namun semua yang bersendikan empirik dan eksprimentasi hanya dipandang sebagai pengetahuan yang fenomenal, maka metafisika mempunyai kedudukan yang lebih penting. Mengenai manusia di kemukakan bahwa hakikat pengertiannya adalah di tekankan pada sifat spiritualnya. Simbol dari sifat ini terletak pada peranan akal yang karenanya, manusia dapat mengerti dan memaham'i kebenaran-kebenaran yang fenomenal maupun yang bersendikan religi. Jadi aliran perenialisme dipakai untuk program pendidikan yang didasarkan atas pokok-pokok aliran Aristoteles dan S.T Thomas Aquinas. Tokoh-tokoh yang mengembangkan ini timbul dari lingkungan agama Katholik atau diluarnya. Ilmu pengetahuan merupakan filsafat yang tertinggi menurut perenialisme, karena dengan ilmu pengetahuanlah seseorang dapat berpikir secara induktif yang bersifat analisa. Jadi dengan berpikir maka kebenaran itu akan dapat dihasilkan melalui akal pikiran. Menurut epistemologi Thomisme sebagian besarnya berpusat pada pengolahan tenaga logika pada pikiran manusia. Apabila pikiran itu bermula dalam keadaan potensialitas, maka dia dapat dipergunakan untuk menampilkan tenaganya secara penuh. Jadi epistemologi dari perenialisme, harus memiliki pengetahuan tentang pengertian dari kebenaran yang sesuai dengan realita hakiki, yang dibuktikan dengan kebenaran yang ada pada diri sendiri dengan menggunakan tenaga pada logika melalui hukum berpikir metode dedduksi, yang merupakan metode filsafat yang menghasilkan kebenaran hakiki, dan tujuan dari epistemologi perenialisme dalam premis mayor dan metode induktifnya sesuai dengan ontologi tentang realita khusus. Menurut perenialisme penguasaan pengetahuan mengenai prinsip -prinsip pertama adalah modal bagi seseorang untuk mengembangkan pikiran dan kecerdasan. Prinsip-prinsip pertama mampu mempunyai penman sedemikian, karena telah memiliki evidensi diri sendiri.
b.      Esensialisme
Esensialisme adalah pendidikan yang di dasarkan kepada nilai-nilai kebudayaan yang telah ada sejak awal peradaban umat manusia. Esensialisme muncul pada zaman Renaissance dengan ciri-ciri utama yang berbeda dengan progresivisme. Perbedaannya yang utama ialah dalam memberikan dasar berpijak pada pendidikan yang penuh fleksibilitas, di mana serta terbuka untuk perubahan, toleran dan tidak ada keterkaitan dengan doktrin tertentu. Esensialisme memandang bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan tahan lama yang memberikan kestabilan dan nilai-nilai terpilih yang mempunyai tata yang jelas.Idealisme dan realisme adalah aliran filsafat yang membentuk corak esensialisme. Dua aliran ini bertemu sebagai pendukung esensialisme, akan tetapi tidak lebur menjadi satu dan tidak melepaskan sifatnya yang utama pada dirinya masing-masing. Dengan demikian Renaissance adalah pangkal sejarah timbulnya konsep-konsep pikir yang disebut esensialisme, karena itu timbul pada zaman itu, esensialisme adalah konsep meletakkan sebagian ciri alam pikir modern. Esensialisme pertama-tama muncul dan merupakan reaksi terhadap simbolisme mutlak dan dogmatis abad pertengahan. Maka, disusunlah konsep yang sistematis dan menyeluruh mengenai manusia dan alam semesta, yang memenuhi tuntutan zaman. Realisme modern, yang menjadi salah satu eksponen essensialisme, titik berat tinjauannya adalah mengenai alam dan dunia fisik, sedangkan idealisme modern sebagai eksponen yang lain, pandangan-pandangannya bersifat spiritual. John Butler mengutarakan ciri dari keduanya yaitu, alam adalah yang pertama-tama memiliki kenyataan pada diri sendiri, dan dijadikan pangkal berfilsafat. Kualitas-kualitas dari pengalaman terletak pada dunia fisik. Dan disana terdapat sesuatu yang menghasilkan penginderaan dan persepsi - persepsi yang tidak semata-mata bersifat mental.
Dengan demikian disini jiwa dapat diumpamakan sebagai cermin yang menerima gambaran-gambaran yang berasal dari dunia fisik, maka anggapan mengenai adanya kenyataan itu tidak dapat hanya sebagai hasil tinjauan yang menyebelah, berarti bukan hanya dari subyek atau obyek semata-mata, melainkan pertemuan keduanya.
Idealisme modern mempunyai pandangan bahwa realita adalah sama dengan substansi gagasan-gagasan (ide-ide). Dibalik dunia fenomenal ini ada jiwa yang tidak terbatas yaitu Tuhan, yang merupakan pencipta adanya kosmos. Manusia sebagai makhluk yang berpikir berada dalam lingkungan kekuasaan Tuhan. Menurut pandangan ini bahwa idealisme modern merupakan suatu ide-ide atau gagasan-gagasan manusia sebagai makhluk yang berpikir, dan semua ide yang dihasilkan diuji dengan sumber yang ada pada Tuhan yang menciptakan segala sesuatu yang ada di bumi dan dilangit, serta segala isinya. Dengan menguji dan menyelidiki semua ide serta gagasannya maka manusia akan mencapai suatu kebenaran yang berdasarkan kepada sumber yang ada pada Allah SWT.

Tokoh-tokoh Esensialisme
Georg Wilhelm Friedrich Hegel mengemukakan adanya sintesa antara ilmu pengetahuan dan agama menjadi suatu pemahaman yang menggunakan landasan spiritual. Sebuah penerapan yang dapat dijadikan contoh mengenai sintesa ini adalah pada teori sejarah. Hegel mengatakan bahwa tiap tingkat kelanjutan, yang dikuasai oleh hukum-hukum yang sejenis. Hegel mengemukakan pula bahwa sejarah adalah manifestasi dari berpikirnya Tuhan. Tuhan berpikir dan mengadakan ekspresi mengenai pengaturan yang dinamis mengenai dunia dan semuanya nyata dalam arti spiritual. Oleh karena Tuhan adalah sumber dari gerak, maka ekspresi berpikir juga merupakan gerak.
George Santayana memadukan antara aliran idealisme dan aliran realisme dalam suatu sintesa dengan mengatakan bahwa nilai itu tidak dapat ditandai dengan suatu konsep tunggal, karena minat, perhatian dan pengalaman seseorang menentukan adanya kualitas tertentu. Walaupun idealisme menjunjung asas otoriter atau nilai-nilai, namun juga tetap mengakui bahwa pribadi secara aktif bersifat menentukan nilai-nilai itu atas dirinya sendiri (memilih, melaksanakan).
Esensialisme adalah pendidikan yang di dasarkan kepada nilai-nilai kebudayaan yang telah ada sejak awal peradaban umat manusia. Esensialisme muncul pada zaman Renaissance dengan ciri-ciri utama yang berbeda dengan progresivisme. Perbedaannya yang utama ialah dalam memberikan dasar berpijak pada pendidikan yang penuh fleksibilitas, di mana serta terbuka untuk perubahan, toleran dan tidak ada keterkaitan dengan doktrin tertentu. Esensialisme memandang bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan tahan lama yang memberikan kestabilan dan nilai-nilai terpilih yang mempunyai tata yang jelas. Idealisme dan realisme adalah aliran filsafat yang membentuk corak esensialisme. Dua aliran ini bertemu sebagai pendukung esensialisme, akan tetapi tidak lebur menjadi satu dan tidak melepaskan sifatnya yang utama pada dirinya masing-masing.
Dengan demikian Renaissance adalah pangkal sejarah timbulnya konsep-konsep pikir yang disebut esensialisme, karena itu timbul pada zaman itu, esensialisme adalah konsep meletakkan sebagian ciri alam pikir modern. Esensialisme pertama-tama muncul dan merupakan reaksi terhadap simbolisme mutlak dan dogmatis abad pertengahan. Maka, disusunlah konsep yang sistematis dan menyeluruh mengenai manusia dan alam semesta, yang memenuhi tuntutan zaman.

Aliran progresivisme mengakui dan berusaha mengembangkan asas progresivisme dalam semua realita, terutama dalam kehidupan adalah tetap survive terhadap semua tantangan hidup manusia, harus praktis dalam melihat segala sesuatu dari segi keagungannya. Progresivisme dinamakan instrumentalisme, karena aliran ini beranggapan bahwa kemampuan intelegensi manusia sebagai alat untuk hidup, untuk kesejahteraan, untuk mengembangkan kepribadian manusia. Dinamakan eksperimentalisme, karena aliran tersebut menyadari dan mempraktekkan asas eksperimen yang merupakan untuk menguji kebenaran suatu teori. Progressivisme dinamakan environmentalisme karena aliran ini menganggap lingkungan hidup itu mempengaruhi pembinaan kepribadian. Dalam pendapat lain, pragmatisme berpendapat bahwa suatu keterangan itu benar, kalau kebenaran itu sesuai dengan realitas, atau suatu keterangan akan dikatakan benar, kalau kebenaran itu sesuai dengan kenyataan. Aliran progresivisme memiliki kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan yang meliputi: Ilmu Hayat, bahwa manusia untuk mengetahui kehidupan semua masalah. Antropologi yaitu bahwa manusia mempunyai pengalaman, pencipta budaya, dengan demikian dapat mencari hal baru. Psikologi yaitu manusia akan berpikir tentang dirinya sendiri, lingkungan, dan pengalaman-pengalamannya, sifat-sifat alam, dapat menguasai dan mengaturnya.
Tokoh-tokoh Progresivisme filsafat pendidikan Progresivisme dikembangkan oleh para ahli pendidikan seperti John Dewey, William Kilpatrick, George Count, dan Harold Rugg diawal abad 20. Progresvisme merupakan pendidikan yang berpusat pada siswa dan memberi penekanan lebih besar pada kreativitas, aktivitas, belajar "naturalistik", hasil belajar "dunia nyata" dan juga pengalaman teman sebaya.

1. William James (11 Januari 1842 – 26 Agustus 1910)

Seorang psychologist dan seorang filosuf Amerika yang sangat terkenal. Paham dan ajarannya demikian pula kepribadiannya sangat berpengaruh diberbagai negara Eropa dan Amerika. Meskipun demikian dia sangat terkenal dikalangan umum Amerika sebagai penulis yang sangat brilian, dosen serta penceramah dibidang filsafat, juga terkenal sebagai pendiri Pragmatisme. James berkeyakinan bahwa otak atau pikiran, seperti juga aspek dari eksistensi organik, harus mempunyai fungsi biologis dan nilai kelanjutan hidup. Dan dia menegaskan agar fungsi otak atau pikiran itu dipelajari sebagai bagian dari mata pelajaran pokok dari ilmu pengetahuan alam. Jadi James menolong untuk membebaskan ilmu jiwa dari prakonsepsi teologis, dan menempatkannya di atas dasar ilmu perilaku. Buku karangannya yang berjudul Principles of Psychology yang terbit tahun 1890 yang membahas dan mengembangkan ide-ide tersebut, dengan cepat menjadi buku klasik dalam bidang itu, hal inilah yang mengantar William James terkenal sebagai ahli filsafat Pragmatisme dan Empirisme radikal.

         1.    John Dewey (1859 - 1952).
John Dewey adalah seorang profesor di universitas Chicago dan Columbia (Amerika). Teori Dewey tentang sekolah adalah "Progressivism" yang lebih menekankan pada anak didik dan minatnya daripada mata pelajarannya sendiri. Maka muncullah "Child Centered Curiculum", dan "Child Centered School". Progresivisme mempersiapkan anak masa kini dibanding masa depan yang belum jelas, seperti yang diungkapkan Dewey dalam bukunya "My Pedagogical Creed", bahwa pendidikan adalah proses dari kehidupan dan bukan persiapan masa yang akan datang. Aplikasi ide Dewey, anak-anak banyak berpartisipasi dalam kegiatan fisik, baru peminatan. Salah seorang bapak pendiri filsafat pragmatisme. Dewey mengembangkan pragmatisme dalam bentuknya yang orisinil, tapi meskipun demikian, namanya sering pula dihubungkan terutama sekali dengan versi pemikiran yang disebut instrumentalisme. Adapun ide filsafatnya yang utama, berkisar dalam hubungan dengan problema pendidikan yang konkrit, baik teori maupun praktek. Dan reputasi (nama baik) internasionalnya terletak dalam sumbangan pikirannya terhadap filsafat pendidikan Prugressivisme Amerika. Dewey tidak hanya berpengaruh dalam kalangan ahli filsafat profesional, akan tetapi juga karena perkembangan idenya yang fundamental dalam bidang ekonomi, hukum, antropologi, teori politik dan ilmu jiwa. Dia adalah juru bicara yang sangat terkenal di Amerika Serikat dari cara-cara kehidupan demokratis.
Kata rekonstruksionisme dalam bahasa Inggeris rekonstruct yang berarti menyusun kembali. Dalam konteks filsafat pendidikan, aliran rekonstruksionisme adalah suatu aliran yang berusaha merombak tata susunan lama dan membangun tata susunan hidup kebudayaan yang bercorak modern. Aliran rekonstruksionisme, pada prinsipnya, sepaham dengan aliran perenialisme, yaitu hendak menyatakan krisis kebudayaan modern. Kedua aliran tersebut, aliran rekonstruksionisme dan perenialisme, memandang bahwa keadaan sekarang merupakan zaman yang mempunyai kebudayaan yang terganggu oleh kehancuran, kebingungan dan kesimpangsiuran. Walaupun demikian, prinsip yang dimiliki oleh aliran rekonstruksionisme tidaklah sama dengan prinsip yang dipegang oleh aliran perenialisme. Keduanya mempunyai visi dan cara yang berbeda dalam pemecahan yang akan ditempuh untuk mengembalikan kebudayaan yang scrasi dalam kehidupan. Aliran perennialisme memilih cara tersendiri, yakni dengan kembali ke alam kebudayaan lama atau dikenal dengan regressive road culture yang mereka anggap paling ideal. Sementara itu aliran rekonstruksionisme menempuhnya dengan jalan berupaya mem­bina suatu konsensus yang paling luas dan mengenai tujuan pokok dan tertinggi dalam kehidupan umat manusia.
Untuk mencapai tujuan tersebut, rekonstruksionisme berupaya mencari kesepakatan antar sesama manusia atau orang, yakni agar dapat mengatur tata kehidupan manusia dalam suatu tatanan dan seluruh lingkungannya. Maka, proses dan lembaga pendidikan dalam pandangan rekonstruksionisme perlu merombak tata susunan lama dan membangun tata susunan hidup kebudayaan yang baru, untuk mencapai tujuan utama tersebut memerlukan kerjasama antar ummat manusia.
Rekonstruksionisme dipelopori oleh George Count dan Harold Rugg pada tahun 1930, ingin membangun masyarakat baru, masyarakat yang pantas dan adil. Beberapa tokoh dalam aliran ini: Caroline Pratt, George Count, Harold Rugg. Rekonstruksionisme merupakan kelanjutan dari gerakan progresivisme. Gerakan ini lahir didasarkan atas suatu anggapan bahwa kaum progresif hanya memikirkan dan melibatkan diri dengan masalah-masalah masyarakat yang ada sekarang. Pandangan Rekonstruksionisme dan Penerapannya di Bidang Pendidikan yaitu
Aliran rekonstruksionisme berkeyakinan bahwa tugas penyelamatan dunia merupakan tugas semua umat manusia atau bangsa.
Karenanya pembinaan kembali daya inetelektual dan spiritual yang sehat akan membina kembali manusia melalui pendidikan yang tepat atas nilai dan norma yang benar pula demi generasi sekarang dan generasi yang akan datang, sehingga terbentuk dunia baru dalam pengawasan umat manusia. Kemudian aliran ini memiliki persepsi bahwa masa depan suatu bangsa merupakan suatu dunia yang diatur, diperintah oleh rakyat secara demokratis dan bukan dunia yang dikuasai oleh golongan tertentu. Sila-sila demokrasi yang sungguh bukan hanya leori tetapi mesti menjadi kenyataan, sehingga dapat diwujudkan suatu dunia dengan potensi-potensi teknologi, mampu meningkatkan kualitas kesehatan, kesejahteraan dan kemakmuran serta keamanan masyarakat tanpa membedakan warna kulit, keturunan, nasionalisme, agama (kepercayaan) dan masyarakat bersangkutan.
Pada prinsipnya, aliran rekonstruksionisme memandang alam metafisika merujuk dualisme, aliran ini berpendirian bahwa alam nyata ini mengandung dua macam bakikat sebagai asal sumber yakni hakikat materi dan bakikat rohani. Kedua macam hakikat itu memiliki ciri yang bebas dan berdiri sendiri, sarna azali dan abadi, dan hubungan keduanya menciptakan suatu kehidupan dalam alam. Descartes, seorang tokohnya pernah menyatakan bahwa umumnya manusia tidak sulit menerima atas prinsip dualisme ini, yang menunjukkan bahwa kenyataan lahir dapat segera ditangkap oleh panca indera manusia, semen tara itu kenyataan bathin segera diakui dengan adanya akal dan petasaan hidup. Di balik gerak realita sesungguhnya terdapatlah kausalitas sebagai pendorongnya dan merupakan penyebab utama atas kausa prima. Kausa prima, dalam konteks ini, ialah Tuhan sebagai penggerak sesuatu tanpa gerak. Tuhan adalah aktualitas murni yang sana sekali sunyi dan substansi. Alam pikiran yang demikian bertolak hukum-hukum dalam filsafat itu sendiri tanpa bergantung padii ilmt pengetahuan. Namun demikian, meskipun filsafat dan ilmu berkembang ke arah yang lebih sempurna, tetap disetujui bahwa kedudukan filsafal lebih tinggi dibandingkan ilmu pengetahuan.

Pragmatisme adalah aliran pemikiran yang memandang bahwa benar tidaknya suatu ucapan, dalil, atau teori, semata-mata bergantung kepada berfaedah atau tidaknya ucapan, dalil, atau teori tersebut bagi manusia untuk bertindak dalam kehidupannya. Ide ini merupakan budaya dan tradisi berpikir Amerika khususnya dan Barat pada umumnya, yang lahir sebagai sebuah upaya intelektual untuk menjawab problem-problem yang terjadi pada awal abad ini. Pragmatisme (dari bahasa Yunani: pragma, artinya yang dikerjakan, yang dilakukan, perbuatan, tindakan) merupakan sebutan bagi filsafat yang dikembangkan oleh William James (1842 - 1910) di Amerika Serikat. Menurut filsafat ini, benar tidaknya suatu ucapan, dalil atau teori semata-mata bergantung pada manusia dalam bertindak. Istilah pragmaticisme ini diangkat pada tahun 1865 oleh Charles S. Pierce (1839-1914) sebagai doktrin pragmatisme. Doktrin dimaksud selanjutnya diumumkan pada tahun 1978. Diakui atau tidak, paham pragmatisme menjadi sangat berpengaruh dalam pola pikir bangsa Amerika Serikat. Pengaruh pragmatisme menjalar di segala aspek kehidupan, tidak terkecuali di dunia pendidikan. Salah satu tokoh sentral yang sangat berjasa dalam pengembangan pragmatisme pendidikan adalah John Dewey (1859 - 1952). Pragmatisme Dewey merupakan sintensis pemikiran-pemikiran Charles S. Pierce dan William James. Dewey mencapai popularitasnya di bidang logika, etika epistemologi, filsafat politik, dan pendidikan. Pragmatisme tak dapat dilepaskan dari keberadaan dan perkembangan ide-ide sebelumnya di Eropa, sebagaimana tak bisa diingkari pula adanya pengaruh dan imbas baliknya terhadap ide-ide yang dikembangkan lebih lanjut di Eropa. William James mengatakan bahwa Pragmatisme yang diajarkannya, merupakan “nama baru bagi sejumlah cara berpikir lama”. Dan dia sendiri pun menganggap pemikirannya sebagai kelanjutan dari Empirisme Inggris, seperti yang dirintis oleh Francis Bacon (1561-1626), yang kemudian dikembangkan oleh Thomas Hobbes (1558-1679) dan John Locke (1632-1704). Pragmatisme, di samping itu, telah mempengaruhi filsafat Eropa dalam berbagai bentuknya, baik filsafat Eksistensialisme maupun Neorealisme dan Neopositivisme.
Pragmatisme, telah menjadi semacam ruh yang menghidupi tubuh ide-ide dalam ideologi Kapitalisme, yang telah disebarkan Barat ke seluruh dunia melalui penjajahan dengan gaya lama maupun baru. Dalam konteks inilah, Pragmatisme dapat dipandang berbahaya karena telah mengajarkan dua sisi kekeliruan sekaligus kepada dunia–yakni standar kebenaran pemikiran dan standar perbuatan manusia. Atas dasar itu, mereka yang bertanggung jawab terhadap kemanusiaan tak dapat mengelak dari sebuah tugas mulia yang menantang, yakni menjinakkan bahaya Pragmatisme dengan mengkaji dan mengkritisinya, sebagai landasan strategis untuk melakukan dekonstruksi (penghancuran bangunan ide) Pragmatisme, sekaligus untuk mengkonstruk ideologi dan peradaban Islam sebagai alternatif dari Kapitalisme yang telah mengalami pembusukan dan hanya menghasilkan penderitaan pedih bagi umat manusia.
Istilah eksistensialisme dikemukakan oleh ahli filsafat Jerman Martin Heidegger (1889-1976). Eksistensialisme adalah merupakan filsafat dan akar metodologinya berasal dari metoda fenomologi yang dikembangkan oleh Hussel (1859-1938). Munculnya eksistensialisme berawal dari ahli filsafat Kieggard dan Nietzche. Kiergaard Filsafat Jerman (1813-1855) filsafatnya untuk menjawab pertanyaan “Bagaimanakah aku menjadi seorang individu)”. Hal ini terjadi karena pada saat itu terjadi krisis eksistensial (manusia melupakan individualitasnya). Kiergaard menemukan jawaban untuk pertanyaan tersebut manusia (aku) bisa menjadi individu yang autentik jika memiliki gairah, keterlibatan, dan komitmen pribadi dalam kehidupan. Nitzsche (1844-1900) filsuf jerman tujuan filsafatnya adalah untuk menjawab pertanyaan “bagaimana caranya menjadi manusia unggul”. Jawabannya manusia bisa menjadi unggul jika mempunyai keberanian untuk merealisasikan diri secara jujur dan berani. Eksistensialisme merupakan filsafat yang secara khusus mendeskripsikan eksistensi dan pengalaman manusia dengan metedologi fenomenologi, atau cara manusia berada. Eksistensialisme adalah suatu reaksi terhadap materialisme dan idealisme. Pendapat materialisme bahwa manusia adalah benda dunia, manusia itu adalah materi , manusia adalah sesuatu yang ada tanpa menjadi Subjek. Pandangan manusia menurut idealisme adalah manusia hanya sebagai subjek atau hanya sebagai suatu kesadaran. Eksistensialisme berkayakinan bahwa paparan manusia harus berpangkalkan eksistensi, sehingga aliran eksistensialisme penuh dengan lukisan-lukisan yang kongkrit. Eksistensi oleh kaum eksistensialis disebut Eks bearti keluar, sintesi bearti berdiri. Jadi ektensi bearti berdiri sebagai diri sendiri.
Gerakan eksistensialis dalam pendidikan berangkat dari aliran filsafat yang menamakan dirinya eksistensialisme, yang para tokohnya antara lain Kierkegaard (1813 – 1915), Nietzsche (1811 – 1900) dan Jean Paul Sartre. Inti ajaran ini adalah respek terhadap individu yang unik pada setiap orang. Eksistensi mendahului esensi. Kita lahir dan eksis lalu menentukan dengan bebas esensi kita masing-masing. Setiap individu menentukan untuk dirinya sendiri apa itu yang benar, salah,  indah dan jelek. Tidak ada bentuk universal, setiap orang memiliki keinginan untuk bebas (free will) dan berkembang. Pendidikan seyogyanya menekankan refleksi yang mendalam terhadap komitmen dan pilihan sendiri.
Manusia adalah pencipta esensi dirinya. Dalam kelas guru berperan sebagai fasilitator untuk membiarkan siswa berkembang menjadi dirinya dengan membiarkan berbagai bentuk pajanan (exposure) dan jalan untuk dilalui. Karena perasaan tidak terlepas dari nalar, maka kaum eksistensialis menganjurkan pendidikan sebagai cara membentuk manusia secara utuh, bukan hanya sebagai pembangunan nalar. Sejalan dengan tujuan itu, kurikulum menjadi fleksibel dengan menyajikan sejumlah pilihan untuk dipilih siswa. Kelas mesti kaya dengan materi ajar yang memungkinkan siswa melakukan ekspresi diri, antara lain dalam bentuk karya sastra film, dan drama. Semua itu merupakan alat untuk memungkinkan siswa ‘berfilsafat’ ihwal makna dari pengalaman hidup, cinta dan kematian.
Eksistensialisme biasa dialamatkan sebagai salah satu reaksi dari sebagian terbesar reaksi terhadap peradaban manusia yang hampir punah akibat perang dunia kedua. Dengan demikian Eksistensialisme pada hakikatnya adalah merupakan aliran filsafat yang bertujuan mengembalikan keberadaan umat manusia sesuai dengan keadaan hidup asasi yang dimiliki dan dihadapinya. Sebagai aliran filsafat, eksistensialisme berbeda dengan filsafat eksistensi. Paham Eksistensialisme secara radikal menghadapkan manusia pada dirinya sendiri, sedangkan filsafat eksistensi adalah benar-benar sebagai arti katanya, yaitu: “filsafat yang menempatkan cara wujud manusia sebagai tema sentral.”
Secara singkat Kierkegaard memberikan pengertian eksistensialisme adalah suatu penolakan terhadap suatu pemikiran abstrak, tidak logis atau tidak ilmiah. Eksistensialisme menolak segala bentuk kemutkan rasional. Dengan demikian aliran ini hendak memadukan hidup yang dimiliki dengan pengalaman, dan situasi sejarah yang ia alami, dan tidak mau terikat oleh hal-hal yang sifatnya abstrak serta spekulatif. Baginya, segala sesuatu dimulai dari pengalaman pribadi, keyakinan yang tumbuh dari dirinya dan kemampuan serta keluasan jalan untuk mencapai keyakinan hidupnya. Atas dasar pandangannya itu, sikap di kalangan kaum Eksistensialisme atau penganut aliran ini seringkali Nampak aneh atau lepas dari norma-norma umum. Kebebasan  lebih banyak menjadi ukuran dalam sikap dan perbuatannya. Pandangannya tentang prendidikan, disimpulkan oleh Van Cleve Morris dalam Existentialism and Education, bahwa “Eksistensialisme tidak menghendaki adanya aturan-aturan pendidikan dalam segala bentuk.” Oleh sebab itu Eksistensialisme dalam hal ini menolak bentuk-bentuk pendidikan sebagaimana yang ada sekarang. Namun bagaimana konsep pendidikan eksistensialisme yang diajukan oleh Morris sebagai “Eksistensialisme’s concept of freedom in education”, menurut Bruce F. Baker, tidak memberikan kejelasan. Barangkali Ivan Illich dengan Deschooling Society, yang banyak mengundang reaksi di kalangan ahli pendidikan, merupakan salah satu model pendidikan yang dikehendikan aliran Eksistensialisme tidak banyak dibicarakan dalam filsafat pendidikan.
Pandangan eksistensialisme adalah
Menurut metafisika: (hakekat kenyataan) pribadi manusia tak sempurna, dapat diperbaiki melalui penyadaran diri dengan menerapkan prinsip & standar pengembangan ke pribadian.
Epistimologi: (hakekat pengetahuan), data-internal–pribadi, acuannya kebebasan individu memilih.
Logika: (hakekat penalaran),  mencari pemahaman tentang kebutuhan & dorongan internal melaui analis & introseksi diri.
            Aksiologi (hakekat nilai), Standar dan prinsip yang bervariasi pada tiap individu bebas untuk dipilih-diambil.
Etika (hakekat kebaikan), tuntutan moral bagi kepentingan pribadi tanpa menyakiti yang lain.
Estetika (hakekat keindahan), keindahan ditentukan secara individual pada tiap orang oleh dirinya. Tujuan hidup menyempurnakan diri melalui pilihan standar secara bebas oleh tiap individu, mencari kesempurnaan hidup.



RajaBackLink.com

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pembelajaran Problem Based Learning And Project-Based Learning Sebagai Ujung Tombak Kurikulum 2013

Sumber: meteoreducation.com      Pendidikan merupakan sebuah hal yang sangat fundamental. Mengingat pendidikan menjadi ujung tombak maju tidaknya sebuah peradaban, maka suatu bangsa atau negara akan mengusahakan hal yang terbaik bagi warga negaranya agar mendapatkan pendidikan yang layak dan memiliki standar yang tinggi. Peradaban sekarang kini juga semakin maju. Anak didik tidak hanya butuh pengetahuan teoritis seperti menulis, menghafal, dan berhitung. Namun kini peserta didik membutuhkan ilmu dalam bersikap dan ilmu dalam mempraktikkan segala teori yang telah ia pelajari di sekolah.       Pendidikan memang harus disusun sedemikian rupa sehingga mampu memback-up dari akar hingga ujungnya, yakni mulai dari pendidikan dasar sampai perguruan tinggi. Tatanan pendidikan tersebut harus memiliki kaidah yang sesuai dengan perkembangan zaman. Hal ini penting karena setiap zaman ada penghuninya yang tidak sama. Setiap zaman ke zaman pasti ada kebuthan khusus yang harus dipenuhi masyarakat agar

PRINSIP-PRINSIP PENILAIAN DAN ACUAN PENILAIAN

    PRINSIP-PRINSIP PENILAIAN DAN ACUAN PENILAIAN MAKALAH Untuk memenuhi tugas mata kuliah Evaluasi Pembelajaran Yang dibimbing oleh Ifa Nurhayati, M.Pd Oleh: 1.       Ahmad Na’im            ( 1586206004 ) 2.       Siska Dwi Puspitasari (1586206063)                                            PROGRAM STUDI SI PGSD      FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU PENDIDIKAN      UNIVERSITAS ISLAM RADEN RAHMAT MALANG OKTOBER 2016   Kata Pengantar Puji syukur kami haturkan kehadirat Allah SWT yang telah  memberikan  rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini yang Alhamdulillah bisa diselesaikan dengan tepat pada waktunya, makalah ini berjudul “Prinsip-Prinsip Penilaian dan Acauan Penilaian”             Makalah ini berisikan tentang prinsip-prinsip penilaian dan acuan penilaian yang ada didalam materi evaluasi pembelajaran di SD. Diharapkan makalah ini dapat memberikan informas

PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK FAKTOR NATURE DAN NURTURE

  PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK FAKTOR NATURE DAN NURTURE BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Dewasa ini banyak para pendidik yang kurang perhatian dalam mempelajari pola pertumbuhan maupun perkembangan peserta didik yang sebenarnya sangat berguna demi kelancaran proses pembelajaran. Dengan kurang fahamnya pendidik dengan pola pertumbuhan maupun perkembangan peserta didiknya   maka akan terjadi beberapa hambatan dalam proses pembelajaran seperti : kurang difahaminya materi yang disampaikan pendidik. Disamping itu, kami membuat makalah ini dengan harapan agar penulis dapat lebih mendalam lagi dalam mempelajari perkembangan peserta didik guna mendukung metode pembelajaran kelak. B.      Rumusan Masalah Penulis telah menyusun beberapa masalah yang akan dibahas dalam makalah ini sebagai batasan dalam pembahasan bab isi. Beberapa masalah tersebut antaralain : a.        Factor – factor apa saja yang mempengaruhi perkembangan b.       Apa pengaruh f